Dunia modern adalah dunia dengan model pencitraannya berpola
pada apa yang dimiliki, pada apa yang diraih, pada apa yang tercanggih, pada
apa yang dinamakan perkembangan jaman dan perubahan pola pikir dan terkadang
berefek negatif pada apa yang kita sebut Budaya. Modern juga bercerita tentang
apa yang sedang trend dan pada apa yang kita pegang berubah menjadi dan
mengarah pada kiblatnya sebuah mondernisasi yaitu Westernisasi dunia
kebarat-baratan.
Semua tertuang dengan dan diceritakan dengan sangat vulgar
dalam pemberitaan semua media baik cetak maupun elektronik, offline maupun
online. Sebuah keadaan dimana segala sesuatu seolah-olah berkiblat pada apa
yang diyakini benar dan melakukan apapun itu tanpa melihat apa itu benar dan
salah menurut budaya yang dipegang sejak nenek moyang sang pembuat budaya.
Budaya dikatakan adalah sesuatu filosofi dan tata hidup
serta gaya hidup yang dipegang, dijalani, dan dimiliki oleh sekumpulan
masyarakat di suatu daerah hunian masyarakat tersebut. Setiap daerah hunian
masyarakat memiliki budaya yang berbeda antara daerah yang satu dengan daerah
yang lainnya. Budaya adalah sebuah
entitas yang mencirikan gaya hidup suatu suku bangsa dan tentu saja berbeda
dengan budaya suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lainnya.
Dalam perkembangannya dalam hal ini berkaitan dengan Suku
Bangsa Dayak selaku suku bangsa yang mendiami Pulau Kalimantan pulau dengan
jutaan keindahan dan kaya akan sumber daya alam. Anak-anak suku bangsa Dayak
dalam pertaruhannya dengan gempuran dunia Modern merupakan pertaruhan antara
hidup atau matinya sebuah peradaban suku bangsa Dayak. Ditengah perkembangan
yang katanya sedang Trend masa kini mampu membuat anak suku Dayak terbuai dan
bahkan mulai meninggalkan tata hidup serta nilai-nilai dan bahkan peninggalan
Budaya itu sendiri.
Tidaklah perlu heran beberapa tahun ke depan kita tidak akan
lagi melihat tarian, nyanyian, musik yang dimainkan oleh generasi selanjutnya. Semua
hilang ditengah keterbuaian penerus akan dunia Modern yang sedang trend terjadi
masa kini. Yang lebih krusial lagi ialah anak cucu kita tidak lagi menggunakan Bahasa
Dayak yang merupakan bahasa ibu bahasa nenek moyang suku bangsa Dayak, jangan
sampai hal itu terjadi terlebih sampai menghabiskan semuanya tidak hanya untuk budaya bahkan juga sumber
daya alam.
Sebuah perenungan dalam pertaruhan hidup atau matinya
peradaban suku bangsa Dayak. “Ela sampai anak esu itah kareh sampai dia tau bahasa
Dayak, bahasa je puna ayun itah utus Dayak. Pangkahai Tuhan mampahayak itah dan
mamparendeng taluh gawi itah samandiai, Tuhan menyertai serta memberkat taluh
pambelum itah”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar